Surat Kabar 4: Mengubah Kebiasaan
Kabarku adalah sedang dipenuhi rasa syukur.
Suara butiran hujan yang terlindas roda-roda kendaraan terdengar begitu merdu. Pamandangan jatuhan hujan yang tersorot lampu-lampu jalanan terlihat begitu indah. Aku sangat berterima kasih atas nikmat-Nya ini. Terkadang aku hanya menuntut sebuah nikmat besar, dan kurang menyadari hal-hal kecil yang sebenarnya adalah sebuah kenikmatan juga, mengapa aku sering melewatkan hal seperti ini?
Ah sungguh, jika kamu meresapi apa yang kamu lihat, apa yang kamu dengar, dan apa yang kamu rasa pada hal di sekitarmu, kamu akan menyadari bagaimana air mata bekerja untuk mensyukuri atas menakjubkannya hidupmu saat ini.
(Aku sedang menertawakan diriku)
Dulu aku adalah seorang yang banyak main, nongkrong-nongkrong gak jelas, pulang larut malam. Sampai suatu saat mamahku bilang "Ia kan berhijab, kalo misalkan ada orang lain yang ngeliat Ia pulang larut malam terus kira-kira gimana tanggapan mereka ya?". Aku diam. Nada bicaranya padahal datar, tapi menusuk.
Mamah adalah seseorang yang enggak pernah marah-marah atau ngebentak anak-anaknya. Beliau enggak banyak bicara, sekalipun marah pasti diam. Tapi, setiap dia ngasih nasihat memang selalu masuk.
Satu hal yang paling mengharukan adalah, beliau nggak akan tertidur sebelum anak perempuannya ini pulang. "Mamah kok belum tidur?", kataku saat baru pulang. "Anak mamah belum pulang, mana mungkin mamah tertidur."
Setelah aku menyadari apa yang "salah" dalam diriku, sedikit-sedikit aku mulai mengubah kebiasaanku. Enggak ada desakan dari orang lain untuk aku berubah.
Hal yang buruk yang sudah menjadi kebiasaan, jika tanpa disadari maka akan tetap menjadi hal yang buruk, bukan? Seseorang bisa mengubah cara berpikir mereka untuk menginginkan sesuatu, termasuk untuk sebuah kebiasaan.
Mengurangi waktu main, lebih memilih banyak berdiam diri di rumah. Kebiasaan ini tertanam sampai sekarang. Kini, meskipun aku jauh dari rumah, aku tetap menjaga sebuah kebiasaan ini.
Ah iya, aku mendapatkan sebuah bonus dari hal tersebut. Ada sebuah kalimat mamah yang sangat enak didengar saat di telpon: "Kemarin, saat mamah ke Subang dan ngobrol dengan Ibu Kos, Ibu Kosnya bilang gini ke mamah loh -Tria anaknya baik, Bu. Enggak pernah keluyuran!-"
Aku hanya tersenyum. Semua terbayar! Walaupun kupikir Ibu kos ini berlebihan. Padahal keluyuran kok, saat tertentu aja. Aku hanya akan keluar jika itu memang "perlu". Tapi setidaknya, Ibu Kos sudah memberikan pandangan positif. Terima kasih.
Terkadang kita ingin berubah karena merasa dipenuhi penyesalan, takut, dan merasa bersalah. Tapi, jika ingin berubah hanya karena emosi negatif biasanya perubahan itu gak akan bertahan lama. Maka dari itu, emosi positif seperti niat dan tekad juga mesti kita miliki sebagai pondasi untuk memulai perubahan.
Apakah aku hanya berdiam diri dan menghabiskan berbaring di tempat tidur saat berada di dalam rumah/kosan? Jawabannya adalah "tidak".
Dengan mengubah kebiasaan tersebut, aku mencoba mengalihkan kebiasaan dan memanfaatkan waktu luangku dengan menulis. Sebenarnya ini juga adalah salah satu hal yang membuat aku memutuskan untuk menulis.
Mataku sudah sangat mengantuk. Nanti aku akan cerita bagaimana proses aku memulai "menulis" selanjutnya. InsyaAllah.