Surat Kabar 18: Sisi Sampah Kehidupan
Halo: 7 Mei 2020,
Lebih dari satu bulan mengurangi penggunaan media sosial. Kurasa ini tidak terlalu menjadi masalah.
Memasuki pertengahan Bulan Ramadan.
Mungkin di tahun ini terasa berbeda. Tidak ada wacana buka bersama, tidak ada salat tarawih berjamaah, tidak ada rencana mudik (bagi perantau), dll. Tapi, pastinya ini tidak menghalangimu untuk tetap memperbanyak ibadah, bukan?
Jalanan sepi, kehidupan kota menjadi mati. Mungkin semesta mengajarkan kita untuk sejenak berhenti; agar bisa membenahi diri.
Saat merasa benar-benar lelah, saat diri terlalu mengutuk sisi sampah kehidupan ini, tiba-tiba saja terlintas saat orang lain di luar sana yang tidak punya penghasilan, terpaksa tidak bisa bekerja untuk sementara, bahkan kehilangan pekerjaannya.
Memang benar, ya. Kalau pikiran hanya terfokus pada satu sisi (negatifnya), hidup itu kepengennya mengeluh dan menyalahkan keadaan. Apalagi jika membandingkan hidup dengan orang lain. Kurasa ini tidak adil.
Yang sedang merasakan lelahnya bekerja, di satu sisi ada orang lain yang terpaksa tidak bisa bekerja untuk sementara.
Yang terpaksa tidak bekerja untuk sementara, ada orang lain yang kehilangan pekerjaannya.
Di antara yang kehilangan pekerjaannya, ada orang lain yang tidak lebih beruntung, dst.
Dalam keadaan ini mungkin harus banyak memaafkan diri dan latihan bersyukur.
Latihan bersyukur? Saat keadaan sulit? Bisakah?
Jawabannya adalah: Tentu saja!
Ketika kita dapat bersyukur, dan mengalihkan fokus pada hal yang baik, maka kita dapat melihat segala hal positif di semesta ini.
Jika kita sedang terfokus pada hal negatif, mengapa mengalihkan ke hal positif itu sulit? Kita sangat mempunyai kewenangan untuk mengendalikan pikiran.
Di balik hal yang menyulitkan, selalu ada hal yang bisa menguntungkan. Jadi, bersikap baiklah pada diri sendiri!
Lekas pulih, Bumi!