Surat Kabar 24: Monoton
Photo by DS stories from Pexels |
Di 27 Februari 2022,
Ide-ide untuk menulis sepertinya sudah menumpuk di isi kepala. Namun, kenyataannya hanya beberapa saja yang bisa dikeluarkan, dan sesempatnya saja.
Masih di musim hujan yang membuat aktivitas sedikit mengalami kendala dan penundaan. Ditambah dengan kondisi kesehatan yang menurun, tapi bagaimanapun pikiran harus tetap dalam keadaan waras ketika menjalani rutinitas.
Rasanya ingin melakukan aktivitas di luar kebiasaan. Memberi makan burung unta, jalan-jalan dengan jerapah, berenang bareng lumba-lumba, atau sekadar pergi ke suatu tempat sejuk untuk menghirup napas sedalam-dalamnya.
Senin sampai Jumat; merah, kuning, biru. Sabtu hingga Minggu; hitam, putih, abu-abu. Berulang.
Perasaan ini sering muncul. Hidup yang dijalani terasa datar dengan warna itu-itu saja. Baca: ini bukan berarti bosan hidup. Mungkin aku hanya sedang bosan dengan kebosanan itu sendiri.
Bangun pagi, pergi bekerja, kemudian pulang di akhir hari dengan sisa tubuh yang merebah sampai seketika tertidur pulas.
Dan akhir pekan hanya diisi dengan istirahat (yang melelahkan), sesekali pergi ke luar sekadar menghilangkan kepenatan, dan pulang dengan menemui kebosanan itu kembali.
Namun, katanya, dengan adanya rasa bosan, kita bisa menghargai rasanya perubahan dan perlunya berpindah untuk membuat kemajuan.
Perlunya ide-ide liar untuk melewati kebosanan dan meraih perubahan itu. Namun, imajinasi selalu didominasi dengan suatu tindak kemalasan yang tiada hentinya. Sungguh membebani sekali pola seperti ini.
Padahal kalau diingat baik-baik, kesempatan untuk berpindah dan berubah itu banyak yang terlewatkan. Namanya kan manusia, jadi wajarlah, ya. Anggap saja ini sebuah kekhilafan (yang berulang).
Kali ini aku merenung dan mengingat kembali secara baik-baik, yang monoton ini apakah pola hidupku atau pola pikirku?