Surat Kabar 26: Gambaran Musim Hujan

Di 19 Juni 2022,

Tak seharusnya ada pergi dari sekian banyaknya kepergian.

Photo by null xtract


Tak seharusnya menyerah dengan memutuskan berpindah.

Apakah pergi dan pindah selalu menjadi gambaran pelengkap di dalam kisah tak berarah? Jika alurnya begini, aku tak mungkin memulai hal abstrak itu.

Di jalan yang lengang, pergiku tidak sebagai diri yang utuh. Lihatlah! Kediamanku di kesunyian, tempat berlindung dari kekacauan yang tercipta dari imajinasiku sendiri.

Kabarku tidak lebih baik darimu. Namun, setidaknya masih ada udara segar yang berkeliaran untuk kuambil secara leluasa.

Aku tak akan menanyakan kabarmu. Lagi pula, aku lahir dan berada di Bumi ini tidak untuk menanyakan perihal tentangmu.

Hari-hari yang sungguh tidak bersemangat. Tanah yang kutapaki adalah basah, sisa dari musim hujan yang kemarin sempat dikenang. Ini sungguh jauh dari kata estetik.

Seperti lelucon, siapa pun mempunyai perjalanan yang ingin segera dilewati, atau kalau bisa, tidak melewati jalan itu sama sekali.

Akan sulit menemukan alasan terbaik untuk melanjutkan perjalanan — kalau belum benar-benar memahami tujuan. Sedangkan dunia ini dipenuhi dengan tempat-tempat yang mudah hilang.

Berpindah dari suatu tempat yang hilang ke tempat yang akan hilang.

Lantas bagaimana untuk menentukan tujuan jika putarannya tetap begitu?

Dipikir kembali, bukankah tidak akan menjadi masalah jika diri kita bisa membuat koneksi yang kuat dengan Yang Maha Kekal? Dia satu-satunya yang keberadaannya tidak memiliki awal atau akhir, Dia selalu ada dan tidak akan pernah menghilang atau lenyap.

Dari setiap rangkaian takdir, dalam dunia ini ada rancangan kisah penuh ketidakpastian. Mungkin hikmahnya, agar tidak terlalu terlena dengan dunia yang temporer, menyadari kefanaan.

Di musim yang baru, aku harus menggambar hal yang sejati. Menggambar yang benar-benar terlihat oleh hatiku, bukan sekadar dari mataku.

Postingan Populer