Surat Kabar 29: Menatap Mata yang Menutup
Oktober Episode 28,
Aku terdiam, duduk, dan pandanganku tertuju pada tumpukan kertas kosong.
Aku mengalihkan pandangan; menemukan sebuah cermin.
Aku menatap mata yang ada di cermin, kulihat mata berwarna keruh dan kelopak berbentuk lelah di sekitarnya.
Aku menatap ke dalam mata yang ada di cermin, kulihat ada kilas balik dari cerita-cerita yang membekas di dalamnya.
Aku menatap (lebih dalam) ke mata yang ada di cermin, kulihat ada aku yang sedang bercermin.
Ada aku yang lahir dan datang ke Bumi dengan kaki yang sebelumnya tak paham bagaimana caranya melangkah.
Ada aku yang tumbuh dan bertualang di Bumi dengan kaki yang sebelumnya tak kenal tempat-tempat seperti ini.
Namun, dengan mataku, aku bisa berjalan dan menyusuri jalan-jalan rahasia hingga tiba pada akhir cerita yang meski tak bisa kuterka setiap episodenya.
Kulihat lagi, ada aku yang sedang bercermin ....
Lama bertatap, dan saling bertatap. Semakin menatap, kadar cahaya dalam penglihatanku kian meredup, kemudian menutup.
Aku menatap mata yang menutup, kulihat ada aku yang menatap ke dalam diriku.
Yang kulihat, ada aku yang sedang dicintai — oleh diriku sendiri.
Dengan memohon rahmat-Nya, perlahan kubuka mata yang menutup. Ribuan kata-kata tak beraturan keluar melalui mataku yang keruh. Tak terbendung, berantakan.
Kukembalikan pandanganku pada tumpukan kertas kosong, dan menjauh dari cermin.
Kutumpahkan kata-kata tak beraturan, kubiarkan tergeletak mengisi kekosongannya.
Kurapikan.
Hingga sisa sedikit yang berantakan.